Selasa, 22 November 2011

Ciri-ciri dan Masalah Pendidikan di Indonesia

Ciri-ciri dan Masalah Pendidikan di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

1. Rendahnya sarana fisik,
2. Rendahnya kualitas guru,
3. Rendahnya kesejahteraan guru,
4. Rendahnya prestasi siswa,
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
7. Mahalnya biaya pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.
3. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

1. Bagi Guru

Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

1. Bagi Mahasiswa

Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia

Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.

2.2 Kualitas Pendidikan di Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).

Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:

1. Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
2. Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta gender.
3. Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
4. Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
5. Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
6. Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

2.3 Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

2.3.1 Efektifitas Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2.3.2 Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

2.3.3 Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

2.3.3.1 Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2.3.3.2 Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

2.3.3.3 Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

2.3.3.4 Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

2.3.3.5 Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

2.3.3.6 Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

2.3.3.7 Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

2.4 Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:

1. Rendahnya sarana fisik,
2. Rendahnya kualitas guru,
3. Rendahnya kesejahteraan guru,
4. Rendahnya prestasi siswa,
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
7. Mahalnya biaya pendidikan.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

3.2 Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous,2000.The World Economic Forum Swedia .Diakses dari http://forum.detik.com.Tanggal 10 Desember 2009.

Anonymous,2000. Efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.

http://tyaeducationjournals.blogspot.com. Tanggal 10 Desember 2009 Anonymous,2009. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia. Diakses dari http://www.detiknews.com. Tanggal 10 Desember 2009

Anonymous,2009. Sistem pendidikan .Diakses dari

http://www.sib-bangkok.org. Tanggal 10 Desember 2009.

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anonymous,2009.Masalah-pendidikan-di-indonesia.Oleh http://www.sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/Lhani di/pada Maret 8, 2009.

aplikasi peramal cuaca

yowindow software peramal cuaca
01:34 Diterbitkan oleh Aris prasetyo
Label: software dan antivirus


udah lama juga nggak update soalnya lagi gak da uang oke deh sob sekarang saya mau share software unik yaitu yowindow nah apakah YoWindow adalah aplikasi cuaca interaktif gratis yang memiliki konsep cuaca saat ini atau ramalan cuaca sebagai tepresentasi virtual visual, layaknya anda melihat keadaan diluar ruang.
Cuaca pada YoWindow menggunakan animasi melalui gambar latar belakang pedesaan atau anda dapat menggunakan gambar rumah anda sendiri sebagai background. Ketika pertama kali menginstal dan menjalankan aplikasi ini, anda dapat langsung menentukan lokasi anda. Setelah memilih Negara dan kota, jendela cuaca virtual menampilkan sebuah adegan yang menunjukan cuaca dibagian dunia anda.
Tampilan YoWindow cukup menarik (menurut saya), tanaman melenggok diterpa angin dan ketika hujan terjadi didunia nyata, anda juga akan melihat hujan pada aplikasi ini, ketika waktu dunia nyata menunjukan sore hari atau malam, tampilan suasana sore hari atau malam juga terjadi diaplikasi ini. Tidak perlu lagi anda lari keluar rumah atau mengintip melalui jendela (seperti yang saya lakukan sebelumnya) untuk melihat cuaca.

oke deh sob nih link downloadnya


DOWNLOAD

Kamis, 23 Juni 2011

FORMAT IDEAL GERAKAN MAHASISWA DALAM MENJAWAB KOMPLEKSITAS PROBLEMATIKA UMAT

FORMAT IDEAL GERAKAN MAHASISWA DALAM MENJAWAB KOMPLEKSITAS PROBLEMATIKA UMAT

Enam puluh tiga tahun sudah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya secara de jure maupun de facto. Perjuangan para pembaharu bangsa demi melawan arus kolonialisme pada saat itu menjadi momen yang tidak dapat dilupakan dari catatan sejarah perjalanan bangsa yang berjalan dinamis. Perkembangan peradaban umat yang tidak statis dan begitu cepat, malah menambah akumulasi permasalahan yang makin menumpuk. Permasalahan yang satu belum tuntas untuk diselesaikan, kemudian datang permasalahan lain yang terkadang lebih berat yang harus dihadapi bangsa ini. Hal ini menjadi masalah yang serius bagi generasi penerus bangsa untuk menjawabnya.
Aktualisasi gerakan Mahasiswa pasca orde baru sekiranya masih memperoleh tempat khusus dan istimewa dalam perbincangan masyarakat luas karena kontribusinya sebagai aktor pioneer runtuhnya rezim orde baru. Kebersamaan dan keistiqomahan dalam perjuangan yang mereka lakukan telah melahirkan atmosfir perubahan yang sangat membanggakan, sehingga momen ini biasanya dimanfaatkan oleh beberapa gerakan mahasiswa sebagai perenungan dan media penyuntikan spirit perjuangan yang telah dimiliki oleh para pendahulunya. Peristiwa pasca orde baru (penulis lebih sering menggunakan istilah pasca orde baru ketimbang era reformasi) menjadi tolak ukur keseriusan gerakan mahasiswa dalam menggarap agenda bangsa Indonesia.
Pembicaraan mengenai gerakan mahasiswa konteks sekarang sangat sulit jika disinonimkan pada gerakan mahasiswa tempo doeloe. Orientasi menjatuhkan sebuah rezim prominent enemy yaitu Soeharto, menjadi agenda yang tersusun rapi sehingga memiliki kejelasan dalam arah perjuangannya yang tercover dalam satu tema, akan menjadi berbeda jika ditempatkan untuk tempo sekarang, problematika yang lebih kompleks dan cenderung separate menjadi agenda penting yang harus digarap bersama oleh gerakan mahasiswa lebih-lebih perubahan kultur individu karena perkembangan peradaban yang dinamis. Kegiatan diskusi, aksi turun kejalan dan advokasi terhadap masyarakat menjadi agenda rutin yang dilakukan gerakan mahasiswa dalam mencoba mengurangi intensitas persoalan yang ada akhir-akhir ini. Memang sudah sepantasnya, idealisme intelektual kerakyatan pada individu-individu yang ikut dalam organisasi gerakan mahasiswa ini harus tetap melekat dan eksis dalam proses memperjuangkan nilai-nilai humanis yang dibutuhkan rakyat. Karena jika idealisme intelektual kerakyatan ini hilang, maka ruh gerakan akan menjadi ternodai oleh berbagai kultur-kultur baru bersifat parasit yang dapat melahirkan oportunitas. Seringkali ada gerakan mahasiswa yang sudah terkontaminasi dengan kepentingan elit semata, bahkan istilah menjadi gerakan underbouw sebuah partai sudah sering diidentikkan karena mayoritas kadernya masuk kedalam struktur kepengurusan partai politik.

Apalagi ketika terjadi persoalan tawaran politik atau keterlibatan mahasiswa sebagai aktor dalam Pilkada jelas sangat naif ketika disenyawakan dengan politik kerakyatan, terlebih lagi demi pengentasan kemiskinan masyarakat yang semakin akut. Finansial dan kehidupan layak yang menjanjikan bagi gerakan mahasiswa baik itu secara organisatoris maupun individu untuk terjun langsung dipentas kekuasaan memberi aroma yang khas dalam catatan sejarah perjalanan gerakan mahasiswa. Penulis membagi tiga macam barometer perjuangan ketika gerakan mahasiswa menginginkan menjadi gerakan yang disenangi oleh masyarakat luas. Pertama, konsistensi dalam pengawalan membela rakyat. Kemampuan mengadvokasi persoalan-persoalan rakyat akibat pengeluaran kebijakan pemerintah yang tidak populis menjadi salah satu tolak ukur fungsional sebagai gerakan mahasiswa yang ideal. Kebiasaan menelantarakan persoalan yang ada dapat menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi gerakan mahasiswa yang sering disebut sebagai agen of change. Perubahan sosial dalam dinamika perubahan memiliki akar sejarah yang sangat kuat, perubahan dalam dinamika bangsa yang dikenal tajdid sebagaimana dalam banyak literatur, kemudian muncul dengan berbagai predikat untuk gerakan mahasiswa seperti: reformisme, modernisme”. Sebagai pengemban perubahan sosial sesungguhnya tugasnya adalah melakukan perubahan sosial terhadap dinamika bangsa ini yang jauh melenceng dari norma-norma berlaku. Pengawalan masyarakat dalam rangka pemenuhan hak-hak rakyat yang belum terpenuhi oleh pemerintah akan terasa lebih memiliki ikatan batin antara gerakan mahasiswa dengan masyarakat itu sendiri karena kolektifitas dalam memperjuangakan cita-cita. Kedua, gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan pemberdayaan masyarakat yang bernuansa humanis. Pemberdayaan adalah melakukan kegiatan melibatkan masyarakat secara langsung yang dapat mengasah kemandirian serta menciptakan rasa kepekaan masyarakat terhadap perkembangan zaman. Misalnya pembuatan kegiatan-kegiatan pelatihan profesi yang dapat menunjang kebutuhan pokok masyarakat yang dibutuhkan atau kegiatan seminar-seminar maupun diskusi-diskusi harus lebih sering melibatkan masyarakat secara langsung sehingga permasalahan-peramasalahan yang ada lebih mudah dijawab. Egoisitas dan aphatis sering menjangkit gerakan mahasiswa dalam menjalankan agendanya tanpa melibatkan secara langsung obyek yang terkena sebuah kebijakan rezim. Ketiga, menjadi gerakan yang dapat menyadarkan masyarakat atas fenomena-fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Edukasi politik yang intensif dapat membuka cakrawala berfikir masyarakat yang kritis, sehingga kesadaran partisipatif tercipta tanpa ada nuansa-nuansa kebohongan dan janji-janji yang abstrak dalam menyikapi sebuah kebijakan. Manuver-manuver politik yang dilakukan oleh pera elit seringkali dapat membius otak publik yang dapat menyebabkan matinya rasa kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi karena perbuatan kemunafikan yang mereka (baca:para politisi) buat. Sehingga langkah ini menjadi langakah yang efektif dalam menjawab salah satu problematika yang ada.
Atas analisis di atas inilah, gerakan mahasiswa ada seharusnya sebagai program kerja kerakyatan yang dapat memberikan sandaran kepada masyarakat sebagai gerakan pembelaan, penyadaran, dan pemberdayaan. Egoisitas dalam manjawab persoalan dengan tidak melibatkan masyarakat sebagai aktor akan lebih sulit rasanya dalam menjawab persoalan yang ada, diskusi-diskusi yang sering diselenggarakan gerakan mahasiswa akan mengalami kebuntuan dalam menyelesaikannya.

Tinjauan Kritis Terhadap Trend Gerakan Mahasiswa Indonesia
Mahasiswa adalah aset masa depan sebuah bangsa. Mereka adalah pewaris syah bagi regenerasi sebuah negeri. Mahasiswa menjadi lokomotif perubahan sosial atas kontribusinya yang signifikan dalam pembangunan dan tata peradaban bagi bangsanya. Meskipun dengan status belianya sebagai mahasiswa, namun justru status itulah yang menempatkan posisi tawar mahasiswa kian layak untuk diperhitungkan. Dalam bentangan sejarah negara-negara di dunia tidak terlepas dari kontribusi mahasiswa dalam kancah perubahan konstelasi polittik di dalamnya. Mahasiswa menunjukkan bukti konkrit bahwa mereka adalah komponen “people power” bagi negara. Meskipun situasi abad masa kini menempatkan mahasiswa pada posisi ancaman berbahaya bagi integritas sebuah bangsa, mahasiswa tetaplah mahasiswa. “educated middle class” mungkin merupakan alasan yang cukup beralasan atas pertanyataan bahwa mahasiswa layak untuk diperhitungkan.

Mahasiswa sendiri merealitakan bargaining position-nya tersebut dengan wujud aksiomatik pro-kebenaran dan keadilan. Ini sebagai wujud nyata dari aspirasi nurani yang mereka suarakan dengan bahasanya mahasiswa. Unik dan khas. Gerakan-gerakannya membentuk pola-pola tertentu sesuai situasi dan kondisi yang lazim dialami bangsa dimana komponen mahasiswa itu berkumpul. Tidak heran jika dikatakan gerakan mahasiswa tidak akan selalu sama antara negara satu dengan negara lainnya, antara era yang satu dengan era yang lainnya. Semuanya khas sesuai situasi dan kondisi di tempat bernaungnya mereka dalam rengkuhan Tanah Airnya. Adakalanya, gerakan mahasiswa beranjak dari semangat intelektualitas membua pola ilmiah melaui forum-forum diskusi dan diskursus-diskursus ilmiah, disisi lain mahasiswa juga sering terlihat menggunakan media kontrol sosial dan moral dengan tindakan intelectual pressure. Namun satu yang selalu sama, kekritisan pada jiwa muda mereka yang menjadi modal dan kekuatannya.

Terhadap aksi-aksi sosial mahasiswa, Burhan D Magenda (1997) membahasakannya dengan “no blesse oblige”. Artinya, eksisnya mahasiswa terbangun atas etika semangat militansi dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Mungkin saja. May be yes, may be no. Yang jelas, ada alasan ilmiah sebagai bukti pembenaran atas eksistensinya yang saya katakan “hampir selalu oposisi”. Arbi sanit (1985) mendefinisikan pembenaran tersebut dengan lima alasan ilmiah. Pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat dengan memperoleh pendidikan terbaik, memiliki persfektif atau pandangan cukup luas untuk dapat bergerak disemua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses politik terpanjang diantara generasi muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik di kalangan mahasiswa dan terjadi akulturasi budaya tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan dipersiapkan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat sebagai kelompok elit di kalangan pemikiran, perbincangan, dan penelitian pelbagai masalah timbul di tengah kerumunan masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum sekaligus kemudian mengangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.

Melacak akar sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia

Gerakan mahasiswa di Indonesia seolah sudah mengakar rumput dan menjadi potret heroik atas militansi perjuangan yang didasarkan kepada perbaikan, kebenaran, dan keadilan. Sejarah singkat timbulnya gerakan mahasiswa di Indonesia adalah lebih disebabkan oleh mulai berdirinya sekolah tinggi-sekolah tinggi bentukan belanda yang memperbolehkan –meski kebanyakan hanya untuk keturunan bangsawan saja- pribumi untuk mengenyamnya. Ditambah lagi, beasiswa-beasiswa sekolah di luar negeri yang dialami oleh anak-anak pribumi yang kelak menjadi angin segar bagi penaikan tingkat intelektualitas anak-anak pribumi kala itu. Entah diilhami oleh Gerakan Mahasiswa dari luar negeri atau pun gejala spontanitas atas atmosfir ketidak beresan di dalam negerinya, Gerakan Mahasiswa persiapan Indonesia ini mulai menemukan format ideal atas pergerakannya. Dapat dijadikan contoh betapa kekuatan Gerakan Mahasiswa yang mampu memobilisasi massa dan memassifkan issu sehingga menjadi kekuatan menakutkan bagi dunia. Tengok saja bagaimana runtuhnya kekuasaan Peron di Argentina 1955, Perez Jimmenes di Venezuela 1958, Diem di Vietnam 1963, Ayub Khan di Pakistan 1956, Revolusi Kebebasan Polandia 1956, Revolusi Hongaria 1956, Revolusi Spanyol 1930, Pembebasan Cekoslovakia, Revolusi di Russia 1860-70an semakin menambah deret keperkasaan mahasiswa dan mengilhami para penerusnya untuk mempertahankan kekuatan pressure mahasiswa tersebut. Di Indonesia sendiri runtuhnya Soekarno dan tumbangnya rezim Soeharto adalah buah dari eksistensi keperkasaan mahasiswa.

Melacak sejarah gerakan di Indonesia ditandai dengan beberapa periode atau masa-masa penting yang terjadi di Negeri ini yang menjadikan fluktuatif gerakan mahasiswa dalam kancah sejarah Indonesia. Jami’at Khair (1901) sebagai salah satu kampus dan organisasi modern pertama di Indonesia menjadi salah satu lokomotif pergerakan mahasiswa. Atau kemudian kita dipertemukan dengan sebuah Organisasi Boedi Oetomo yang mengisyaratkan kepada kita bahwa era 1900an menjadi babak awal perkembangan pergerakan mahasiswa di Indonesia. Dibawah ini saya coba sajikan beberapa periode petumbuhan dan perkembangan Gerakan Mahasiswa sebagai kajian atas sejarah “People Power” di Indonesia.

• Masa Menjamurnya Pergerakan Kaum Terpelajar
Abad 18 ditandai munculnya kaum terpelajar (dibangunnya sekolah-sekolah oleh Belanda)
1819: dibangunnya Sekolah Militer pertama di Semarang
1826: Sekolah Tinggi Leiden berdiri
1832: Institut Bahasa Jawa Surakarta
1842: Sekolah Pegawai Hindia Belanda di Delf
1852: Sekolah Gur Bumiputra di Surakarta
1901: Jami’at Khair
1902: STOVIA yang ditahun 1927 diubah menjadi Fakultas Kedokteran
1914: Sekolah Dokter Hewan, di tahun 1927 menjadi GHJ(Geneeskundig Houge School)
1920: Sekolah Tinggi Teknik di Bandung
1924: Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta

Taktik politik etis –balas budi- Belanda pada masa ini dimaksudkan untuk mendapatkan golongan terpelajar dari pribumi yang diharapkan bisa menjadi abdi yang terdidik untuk kepentingan imperialis Belanda. Hingga tahun 1900an telah lahir generasi-generasi terpelajar yang kelak melahirkan organisasi-organisasi sosial. 1928 Gerakan Mahasiswa telah berkembang pesat . Pada konteks ini, fase Gerakan Mahasiswa memasuki semi rahasia melalui study clubs-nya sebagai wahana pengorganisasian pergerakan. Sunarsih dan Ign Magendra K dalam “Gerak Bersama Rakyat” membahasakannya dengan penemuan jati diri mahasiswa melalui format study clubs berdiskusi dengan para pimpinan partai dan intelektual. Dapat disimpulkan, Gerakan Mahasiswa di masa ini masih melalui forum-forum ilmiahnya. Pada masa pendudukan Jepang 1942, dilarang lah semua kegiatan yang berbau politik dan dibubarkan semua organisasi pelajar dan mahasiswa serta partai politik. Jelas kondisi ini sedikit membuat mahasiswa keteteran, namun justru kondisi ini semakin menguatkan militansi mahasiswa untuk terus berjuang di kancah perjuangan. Puncak dari fase ini adalah terhantarkannya Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaannya dengan selamat sentosa.

• Gerakan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan hingga tragedi 65-66

Pasca Kemerdekaan, Gerakan Mahasiswa mulai membentuk wadah-wadah permanen wahana perjuangan. Awal fase ini menunjukkan konsentrasi Gerakan Mahasiswa kepada pengelolaan hasil jerih payah mereka. Yaitu kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa dihadapkan pada keadaan dilematis yang minim pengalaman dalam hal pengelolaan sebuah negara. Tahun 60an jumlah mahasiswa mengalami peningkatan tajam. Dan dalam tahun-tahun ini kondisi mahasiswa semakin merujuk pada kondisi sulit. Awal 60an menjadi momentum awal mahasiswa untuk banting stir haluan pergerakan dengan dihadapkan pada dua kekuatan yang coba mengintervensi di ranah baru pemikiran mereka. Kedua kekuatan provokatif itu adalah LEKRA dengan hegemoni Romantisme Revolusionernya dan Universitas-Universitas Amerika dengan Manifesto Kebudayaannya.

Pertengahan 60an, konflik internal di tubuh mahasiswa atas pro-kontra revolusioner melahirkan wujud baru Gerakan Mahasiswa melaui kesatuan-kesatuan aksi. Hal ini lebih disebabkan oleh kekecewaan atas Demokrasi Terpimpinnya Soekarno yang bertentangan langsung dengan paham Demokrasi Liberal yang mereka terima. Demokrasi Terpimpinnya Soekarno dirasa membelenggu Hak Asasinya, diperparah lagi dengan condongnya Soekarno kepada PKI. Saat itulah militer mencoba mengambil peluang di lokasi buntu ini. Dengan sedikit tekanannya kepada pemerintah, Supersemar menjadi legitimasi keabsahan kebrutalannya dengan menggandeng mesra mahasiswa sebagai partner kudetanya. Pecah G30S menandai berangsur kroposnya rezim Soekarno dalam Pemerintahan Indonesia. Sampai 70an, Gerakan Mahasiswa menjadi sahabat setia Orde baru kala itu.

• Era Gerakan Mahasiswa Versus Orde Baru

1. Gerakan Mahasiswa 1974 (Peristiwa Malari)
Masa ini menandai semakin matangnya konsep politik mahasiswa yang kemudian berubah haluan pada konsep “Moral Force”. Artinya, mahasiswa hanya akan menjadi aktor politik ketika situasi bangsa sedang kritis, lepas kekritisan back to campuss. Kritikan yang dilayangkan oleh mahasiswa hanya sebatas permasalahan. Jauh dari pengumpulan massa yang besar. Namun, konstelasi politik yang fluktuatif kemudian menggairahkan kembali kebangkitan angkatan baru Gerakan Mahasiswa Indonesia. Dinamisasi kampus terjadi lagi dengan timbulnya berbagai aksi protes di jalan-jalan yang dilakukan oleh mahasiswa. Represif orde baru pun mulai menggeliat saat teriakan-teriakan mahasiswa dirasa mulai memerahkan telinga. Terbukti dengan penangkapan aktivis pasca protes atas pembangunan TMII yang dirasa hanya sebuah bentuk pemborosan dana negara. 1973, lahirnya UU perkawinan menambah hangat suasana yang kemudian meretakkan keharmonisan antara Gerakan Mahasiswa dengan Orde baru. Peristiwa “Malari” atau lebih dikenal dengan Petaka L:ima belas januari menjadi klimaks awal bermusuhannya orde baru dengan suara-suara moral mahasiswa. Unik pada peristiwa ini dan layak untuk diperhatikan oleh khalayak adalah pasca Malari Orde Baru meneruskannya dengan penangkapan para aktivis dan pembredelan pers mahasiswa. Ternyata pemerintah lebih takut terhadap propaganda tertulis daripada wcana dialogis yang dipentaskan mahasiswa di panggung sejarah. Pers mahasiswa menjadi bagian penting bagi Gerakan Mahasiswa.

2. Gerakan Mahasiswa 1978 hingga NKK/BKK

Momentum berikutnya yang memicu kebangkitan Gerakan Mahasiswa adalah Pemilu 1977 yang menyuarakan penolakan atas hasil pemilu yang memenangkan Golkar. Gerakan Mahasiswa kemudian disambut oleh SK Mendikbud no.037/U/1979 dan Instruksi nomor 1/U/1978 yang kemudian secaara beruntun keluar lagi SK Mendikbud no.0156/u/1978 dan dari dikti keluar Instruksi no.002/DK/Inst/1978 yang melegitimasi penormalan gerakan mahasiswa di kampus. Artinya, mulai saat itu berlakulah NKK/BKK serentak di seluruh kampus Indonesia. Setiap gerakan mahasiswa harus melalui kontrol kampus. Dan tidak ada kegiatan politik. Mahasiswa hanya diperbolehkan untuk mengadakan diskusi’akademik’ tentang subjek politik.

3. Gerakan Mahasiswa Pasca 78 hingga 98

Kesan mendalam terhadap suksesnya pemerintah dengan NKK/BKK melahirkan militerisasi di dalam kampus. Mahasiswa pengkhianat demokrasi pun menjadi antek militer yang dilatih untuk menjadi intel kampus dan setia mengawasi gerak gerik mahasiswa yang anti-Pemerintah. Birokrat kampus tidak ubahnya seperti kambing congek yang menjadi hamba kekuasaan dan alat pemerintah dan mengabaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun kemandegan mahasiswa tidak berlangsung lama. Pagar yang membatasi kekritisan mahasiswa pun dipanjat oleh kreativitas golongan terdidik yang cerdik. Terbentuklah format baru dalam masa ini melalui Kelompok Studi yang dijadikan mahasiswa arena mengasah kemampuan kritis atas persoalan sosial politik dan alternatif atas kemandulan Ormawa kampus dalam penyaluran ide mengenai perubahan sosial. Gerakan Mahasiswa mengaplikasikan hasil diskusi tersebut dengan cara pengorganisasisan di basis masyarakat. Dekade 90-an Kelompok Studi mulai merambah kritisi atas peranan ABRI.
Ditengah semakin kerasnya represif Pemerintah yang telah membelenggu mahasiswa, badai Krismon kemudian datang menerjang ditahun 1997. seluruh Asia Tenggara luluhlantak dan perekonomian Indonesia yang telah dirintis selama kurang lebih 30 tahun oleh Sang Bapak Pembangunan, Soeharto, runtuh dalam sekejap. Awal 98 krisis yang mulai merambah setiap kepala keluarga dan mendrastiskan orang menjadi miskin di negeri kaya ini menyebabkan Gerakan Mahasiswa kembali menemukan momentumnya. Geliat awalnya ditandai dengan tuntutan turunkan harga hingga reformasi dan turunkan Soeharto. Aksi turun ke jalan mulai laris lagi. Dan kali ini semakin menunjukkan kemajuan baik secara kualitatif, maupun kuantitatif. Bagaimana dengan tindakan represif? Lebih parah dari yang sebelum-sebelumnya. Bahkan lebih dahsyat dari momentum 66, maupun 74. namun jiwa muda mahasiswa tidak pupus begitu saja. Darah rekan-rekan mereka yang tumpah karena memperjuangkan kebenaran akhirnya ditebus dengan lepasnya belenggu orde baru yang ditandai Reformasi di segala bidang.

• Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi

Hingga pasca reformasi, gerakan mahasiswa tetap berada di jalur pressure yang menggiring reformasi hingga sesuai sasaran. Dengan jargon reformasi belum usai mereka terus menggemakan tuntutan dan tuntutan. Masa ini, lagi-lagi mahasiswa tidak belajar dari pengalaman, Gerakan Mahasiswa seolah mengalami de ja vu masa lalu. Gerakan Mahasiswa terfragmentasi dan mulai tersusupi oleh berbagai kepentingan-kepentingan ghaib elite politik. Jadilah kemudian timbul ketidaksolidan di tubuh internal gerakan Mahasiswa sendiri. Masa Habibie, fragmentasi awal bermula. Beberapa mendukung Habibie dengan syarat, beberapa lagi menolak mentah-mentah. Sampai disini, aksi demonstrasi dirasa masih sangat efektif dalam menyuarakan aspirasi dan langsung mengena sasaran. Mahsiswa di masa Gus Dur kembali dihadapkan pada dua kutub masalah. Pemerintah dengan Birokrat Kampus sebagai kroconya, dan internal Gerakan Mahasiswa yang telah membelah karena perbedaan ideologi, cara pandang, dan terkhusus lagi provokasi. Issu yang diangkat mahasiswa pada masa ini sampai masa kepemimpinan Megawati adalah menyoal kasus privatisasi besar-besaran terhadap aset nasional dan merambah ke pendidikan.

• Gerakan Mahasiswa Masa Kini dan Akan datang


Sebuah Analisis dan Prediksi...
Warisan kabinet gotong royong menyisakan PR besar bagi rezim SBY-JK untuk segera menuntaskannya. Menilik perjalanan Gerakan Mahasiswa beberapa tahun terakhir , mendudukkan peran mahasiswa terhadap perubahan sosial yang sangat penting, meski tidak selalu menentukan. Mengapa demikian? Analisis saya menunjukkan bahwa Gerakan Mahasiswa masih labil dan prematur akan hasil berpikir. Artinya, konsep yang ditawarkan mahasiswa tidak matang dan siap pakai. Mahasiswa hanya bisa menjatuhkan, namun tidak memberi solusi lebih baik setelahnya. Hanya memberi giliran saja pada rezim satu kepada rezim berikutnya untuk bercokol. Contoh kecil GM 78, mahasiswa mewacanakan penolakan pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden, namun mereka tidak menyinggung mengenai sistem yang dibangun oleh Soeharto. Kasus 98 juga menunjukkan kegamangan GM yang gagal menciptakan iklim stabil bagi stabilitas negara.
Hingga Era sekarang, Gerakan Mahasiswa terbagi atas dua fragmen penting timbul gejalanya. Yang satu terbangun atas ideologi dan paradigmanya yang diperhangat oleh sejarah kekokohan GM itu sendiri. Yang satunya terbangun atas spontanitas yang melahirkan kelompok opportunis. Menjelang 2005 hingga 2008, peta pergerakan mahasiswa belum menunjukkan pergesaeran paradigma yang signifikan. Gerakan Mahasiswa tetap memosisikan diri pada posisi “Moral Force” yang menjalankan fungsinya sebagai Agent of Change, Social Control, dan Iron Stock. Prediksi saya, hingga dua puluh tahun mendatang Gerakan Mahasiswa tidak akan terlalu mengalami perubahan peta pergerakan. Trennya akan terus terbangun atas “kegelisahan” yang diaktualisasikan melalui media aksi massa. Namun konstealasi politik yang berada di negaranya juga memberi pengaruh terhadap tumbuh kembang dan bergantinya tren gerakan mahasiswa.

Satu hal yang patut direnungkan, Gerakan Mahasiswa bukanlah gerakan yang anarkis berjuang atas kekerasan dan radikalisme. Gerakan Mahasiswa adalah gerakan intelektual sebagai muara dari kalangan akademisi kampus yang mengedepankan rasionalitas dalam penyikapan masalah. Dan sejatiny asebuah Gerakan Intelektual, pastilah akan terbangun atas tradisi yang dibahasakan oleh Andriani Achmad sebagai Trias Tradition bagi mahasiswa. Tradisi diskusi, menulis, dan membaca. Tiga hal inilah yang kemudian akan menjadi akar pergerakan mahasiswa sebagai komponen penting dalam sebuah bangsa. Tidak akan ada lagi istilah “mahasiswa hanya bisa demo” jika “trias Tradition” ini dilaksanakan.

Ruang-ruang diskusi akan membawa Gerakan Mahasiswa menjadi sebuah Gerakan yang rasional. Dan ini akan menjadi good supporting feedback dari masyarakat. Sebagai contoh yaitu dalam pengkajian masalah untuk kemudian memutuskan aksi massa, mahasiswa seyogyanya mengkaji secara detil masalah tersebut. Hal ini tentu akan melahirkan gagasan dan analisa yang cemerlang. Aktualisasi dan keakuratan data sangat penting bagi Gerakan Mahasiswa dalam mengkritisi dan bertindak. Tradisi menulis, akan menjadikan mahasiswa menuju gerbang intelektual yang sebenarnya. Wacana yang dibangun akan lebih mudah terdistribusikan melalui bentuk tulisan. Pengalaman atas reperesifnya pemerintah pun menyadarkan pada kita akan arti penting sebuah tulisan. Namun sangat disayangkan hingga detik ini tradisi menulis di kalangan mahasiwa seolah mengalami mati suri. Sangat penting untuk menghidupkan kembali tradisi menulis yang ditunjukkan melalui geliat pers mahasiswa yang berperan sebagai informasi, motivator, sosialisasi, integrasi, wahana debat dan diskusi, edukator, inspirator, provokatif dan korektor.

Ruang membaca menjadi mutlak bagi mahasiswa yang ingin mengaktualisasikan issunya dalam bergerak. Tanpa membaca, gerakan mahasiswa dan issu yang dibangunnya akan mejadi kering kerontang, miskin referensi, tidak ilmiah dan mengada-ada. Mahasiswa yang pintar adalah mahasiswa yang membaca. Membaca adalah pintu gerbang pengetahuan. Dan dari ketiga tradisi ini, semoga dan harapan kita semua Gerakan Mahasiswa bisa kembali menuju gerbang intelektual yang sebenarnya dan mimbar kehormatan seutuhnya. Ayo, kembalikan kejayaan mahasiswa!!! Berbahagialah kita menjadi bagian dari sebuah civitas akademika. Berjuanglah, jangan titipkan perjuangan ini pada siapapun. Hidup terlalu indah untuk tidak diperjuangkan. Hidup Mahasiswa...!!!


---Rd, jan 18, 08. 08.00am---


Daftar Pustaka


o Achmad, Adriani, Mahasiswa Hanya Bisa Demo, Jakarta Selatan: Mimpiku, 2007
o Rachmat, Andi, Muhamad Najib, Perlawanan dari Masjid Kampus, Yogyakarta: 2007
o Sandhiyuda, Arya, Renovasi Dakwah Kampus, jakarta: KAF, 2006
o Supriyanto, Enin, Menolak Merunduk, jakarta: Grasindo, 1999
o Sunarsih, dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Yogyakarta: Resist Book,2007
o Widjojo, Muridan, dan Mashudi Noorsalim, Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasiswa, Yogyakarta: LIPI Press, 2004
o Suara Mahasiswa UI, Mahasiswa Pelopor dan Penggerak People Power, Jakarta: Grasindo: 1999

Demo Anarkis Makasar, Cerminan Tingkat Intelektual Mahasiswa

Niat tulus dan mulia mahasiswa Makasar untuk demonstrasi pada hari anti korupsi se-dunia di Makassar yang seharusnya diapresiasi menjadi ternodai. Dalam dua hari berturut-turut mahasiswa Makasar dengan ganas dan gelap mata menghajar dan menghancurkan simbol-simbol negara seperti polisi, mobil polisi, pos polisi, mobil plat merah, mobil pemadam kebakaran. Kejadian itu bukan sekali ini terjadi tetapi sudah berulangkali terjadi. Tindakan anarkis mahasiswa tampaknya dapat dijadikan cerminan tingkat intelektual dan rasio ilmiah mahasiswa yang bersangkutan
Saat demonstrasi hari anti korupsi Internasional itu tidak terelakkan terjadi bentrokan yang terjadi di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan ini, Mahasiwa awalnya mulai bergerak dari Universitas Muslim Indonesia yang berjarak sekitar 300 meter dari kantor gubernur. Para mahasiwa yang kebanyakan mengenakan jaket almamater hijau ini kemudian menggelar demonstrasi di depan kantor gubernur. Demonstrasi ini tiba-tiba saja berubah menjadi rusuh. Para mahasiswa melempari petugas kepolisian dengan batu. Para petugas kepolsian bertahan menggunakan tameng dan helm yang mereka miliki. Anggota kemudian membalas lemparan itu dengan menembakan gas air mata ke arah demonstran.
Akibat aksi ini, sejumlah jalan protokol sempat mengalami kemacetan parah. Para pengunjukrasa melakukan penutupan jalan. Di depan kampus Unhas, mahasiswa merusak 2 mobil plat merah yang lewat saat aksi berlangsung. Mereka memecahkan kaca dengan batu dan balok kayu, lalu menggulingkan mobil itu. Mobil pertama adalah milik Dinas Kesehatan Sulbar dengan Nopol DC 208. Mobil kedua adalah Daihatsu Pick Up DD 8085 AB milik Dinas Perikanan Sulsel. Kedua mobil kaca depannya pecah.
Keesokan harinya sebagian mahasiswa dengan dendam kesumat beramai-ramai mengancurkan pos polisi sehingga hancur lebur. Bahkan sebagian membakar dengan bom molotov. Bukan hanya itu saat bertemu mobil polisi di tempat lain dengan emosi mereka menganhacurkan kaca dan bodi mobil. Yang lebih memiriskan lagi, dengan gaya bak militer mereka merazia pengendara lalulintas mencari anggota polisi sambil menanyai surat identitas masyarakat.
Introspeksi
Seharusnya semua pihak terutama mahasiswa harus introspeksi dan mawas diri. Sebaiknya rasio intekektual dan akal sehat mahasiswa diutamakan, bukan dengan mengumbar otot dan emosi yang bukan bercirikan masyarakat ilmiah. Apapun alasan dan latar belakangnya, tindakan anarkis mahasiswa tidak dapat dihalalkan.
Bila hal itu terus dilakukan maka tidak salah bila masyarakat mencap bahwa tindakan anarkis mahasiswa adalah cerminan kualitas intelektual, Jangan sampai opini masyarakat berkembang bahwa tindakan brutal mahasiswa juga cerminan dari kualitas almamaternya. Jangan sampai masyarakat memvonis bahwa mahasiswa yang anarkis itu hanya berasal dari perguruan tinggi yang tidak berkualitas. Sehingga jagalah nama almamater dengan tindakan bermoral dan terpuji.
Para mahasiswa sebagai insan terpelajar dan intelektual tampaknya harus menyadari perilaku dan tindakannya. Selama ini demonstrasi para mahasiswa adalah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan untuk menyelamatkan harta rakyat untuk jangan dikorupsi. Tetapi tidak disadari dengan gelap mata mereka merusak dan menghancurkan pos polisi dan mobil polisi yang juga milik rakyat karena semua itu untuk kepentingan dan dari uang rakyat.
Sejauh ini demonstrasi anti korupsi adalah untuk melawan moral buruk para koruptor yang melanggar hukum. Tetapi tidak disadari para mahasiswa sendiri dengan gelap mata melanggar hukum dengan melakukan anarkisme tidak menggunakan rasio intelektual seperti insan terpelajar .
Para mahasiswa juga meneriakkan di hari anti korupsi bahwa para koruptor jangan menggunakan kesewenang-wenangan jabatan untuk korupsi. Tetapi para mahasis tanpa disadari, bila sudah di mulutnya meneriakkan atas nama rakyat dapat melakukan segala tindakan kesewenang-wenangan mengganggu kepentingan rakyat dengan menutup jalan, membakar ban di jalan melakukan rasia seenaknya pada setiap pengendara motor.
Mahasiswa harus cerdas dan bijaksana dengan tidak mengumbar nafsu memahami mengapa polisi membatasi gerak demo mereka. Saat era reformasi ini memang semua bebas berdemo dan tidak ada yang melarang. Tetapi setiap demo harus sesuai aturan dan etika dengan tidak melnaggar hukum dan mengganggu ketertiban dan kenyamanan warga lainnya. Sehingga mahasiswa harus menyadari mengapa polisi berusaha meredam demo liar dari mahasiswa. Mahasiswa juga harus menyadari bahwa polisi bertindak untuk mengamankan demonstrasi adalah juga untuk melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan para pendemo yang mengganggu kepentingan orang lain. Mahasiswa jangan keras kepala memaksakan masyarakat lain untuk berkorban menanggung kemacetan dan ketidaknyamanan akibat demo yang tidak sesuai aturan.
Akal sehat seorang intelektual harus lebih bijaksana dalam bertindak dan berperilaku. Jangan sampai otot dan emosi mendominasi otak intelektual mereka. Bila otot dan emosi mengalahkan rasio ilmiah maka apa bedanya mahasiswa dengan manusia tidak terpelajar seperti preman yang hanya memakai otot dan keberingasan. Sayang sekali image mahasiswa yang bercirikan intelektual dan niat tulus membela rakyat rusak hanya karena akal sehat sebagai masyarakat ilmiah luntur.
Justru dengan cara yang santun dan bercirikan msyarakat intelek demo akan mendapat perhatian pemerintah dan mendapat dukungan masyarakat. Sebaliknya bila tindakan mahasiswa seperti kelompok masyarakat yang tidak terpelajar dan tidak bermoral justru akan membuat antipati setiap tindakan mahasiswa. Jangan sampai mahasiswa mengatasnamakan masyarakat tetapi justru masyarakat tidak mendukung dan mencemohkan mereka akibat tindakan anarkis mahasiswa yang malahan mengganggu kepentingan masyarakat.
KORAN ANAK INDONESIA, Yudhasmara Publisher
“PUPUK MINAT BACA ANAK DAN REMAJA INDONESIA SEJAK DINI”. Membaca adalah investasi paling kokoh bagi masa depan perkembangan moral dan intelektual anak. “SELAMATKAN MINAT BACA ANAK INDONESIA”.

















GERAKANMAHASISWA:INTELEKTUAL/ANARKIS
Ekpresi jalanan yang dilakukan oleh organ-organ pergerakan Mahasiswa untuk menumpahkan kejengkelan terhadap ketidakbecusan penguasa dan sistemnya dalam mengelola dan menata kehidupan negeri ini yang berujung pada adegan-adegan brutal dan penutupan jalan sebagaimana yang dilakonkan oleh sebagian Mahasiswa Makassar. Aksi tersebut mendapatkan tanggapan secara beragam dari masyarakat, ada yang pro dan kontra, namun lebih banyak yang kontra. Maka untuk itulah saya ingin mendalami persoalan tersebut secara proporsional sehingga tidak terkesan menghakimi dan mengadili salah satu pihak. Karena tentunya dalam nalar kita semua menginginkan yang terbaik untuk Islam dan bangsa ini.
Pertama-tama saya ingin mengemukakan beberapa factor yang menjadi alasan aksi-aksi Mahasiswa selalu berujung pada aksi brutal, pengrusakan fasilitas umum dan penutupan Jalan ,antara lain:
1.Tebalnya tembok yang menjadi sumbatan bagi kawan-kawan Mahasiswa untuk menyampaiakn aspirasinya sehingga melakukan cara-cara yang dapat mengusik penguasa agar memperhatikan mereka, maka pada titik ini penguasa gagal total menjalankan perannya sebagai pelayan umat sehingga bukan hanya mahasiswa yang harus mengevaluasi cara-cara penyampaian aspirasinya namun lebih dari itu penguasa harus lebih peka terhadap berbagai kegelisahan-kegelisahan terutama dari arus bawah.
2.Pada dasarnya bahwa gerakan perlawanan yang berujung pada bentrokan fisik adalah eksprsi letupan kejengkelan terhadap penguasa dan sistemnya karena mereka merasa berjalan pada jalur yang benar padahal sangat tampak dan telah diketahui secara umum adegan-adegan rekayasa terhadap berbagai kasus seperti, Terorisme, Bank Century, Kriminalisai KPK, Kasus Mafia Pajak, Setgab )sekretaris Gabungan, konflik perbatasan Indonesia-Malaysia serta Jaksa Agung. Adegan-adegan kotor yang dilakonkan oleh penguasa tersebut semakin menimbulkan rasa muak dari Masyarakat khususnya yang memahami persolaan dan peduli terhadap kondisi yang ada yaitu mahasiswa.
3.Boleh jadi ekspresi jalanan yang dilakukan oleh Mahasiswa selama ini khususnya Mahasiswa Makassar sengaja ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu untuk mereduksi pergerakan Mahasiswa dengan melakukan provokasi-provokasi apalagi Mahasiswa Makassar sangat mudah untuk tersulut. Dengan berhasilnya stigmatisasi gerakan mahasiswa yang identik dengan kekerasan maka tentunya akan melunturkan kepercayaan dari Masyarakat terhadap Mahasiswa sebagai agent of change dan sosiaf of control.
4.Ketidakjelasan konsep tentang perubahan yang hendak dituju serta metodologi dan cara untuk mewujudkannya sehingga dalam bergerak cenderung “meraba-raba”, maka dalam menyampaikan aspirasinya ketika sudah tidak di gubris oleh penguasa yang ada maka cara yang paling instan untuk dilakukan agar mereka disorot adalah dengan skenario chaos.

Terlepas dari berbagai alasan yang menjadi sebab terjadinya aksi brutal Mahasiswa setiap kali melakukan ekspresi jalanan, maka kita perlu melakukan koreksi secara total apakah layak untuk mengaminkan adegan-adegan brutal tersebut? maka setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk mengoreksinya,yakni:
1.Pendekatan Intelektual , mahasiswa adalah orang-orang yang telah dimandat oleh masyarakat sebagai kaum intelektual. Gelar tersebut bukan hanya sebatas penyematan kehormatan saja namun secara objektif Mahasiswa cenderung berpikir secara objektif dan kritis serta dari sisi potensi usia mereka adalah usia yang produktif dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap problematika kehidupan yang ada. Untuk itulah amanah sebagai Insan intelektual muda harus tetap dijaga. Pertanyaan kemudian adalah apakah aksi-aksi yang berujung pada tindakan brutal, merusak fasilitas umum serta penutupan jalan adalah tindakan yang terkategori sebagai aktivitas intelektual? Maka pada titik ini cara-cara yang tidak elegan tersebut justru mengkhianati prinsip-prinsip intelektual itu sendiri
2.Pendekatan strategi, menjadikan masyarakat sebagai korban sebab aktivitas mereka terganggu sehingga gerakan perlawanan dengan tujuan membela kepentingan masyarakat justru mendapatkan cacian dari masyarakat itu sendiri, padahal seharusnya merapatkan barisan dengan masyarakat sehingga aksi tersebut akan memiliki pengaruh yang kuat. Demikian juga Beroposisi dengan Polisi maupun TNI adalah pilihan yang tidak tepat sebab mereka terkategori sebagai variable-varible perubahan itu sendiri, sehingga pilihan untuk beroposisi dengan mereka justru semakin mempersulit dan mempersempit gerakan itu sendiri, maka pada titik ini kita bisa mengatakan adalah sebuah kesalahan strategi.
3.Pendekatan normative, tentunya ini adalah masalah prinsip karena berkaitan dengan landasan bagi setiap organ perubahan dalam bergerak, maka sebagai gerakan yang telah menjadikan Islam sebagai landasaan ideologisnya baik konsep, metodologi, cara maupun strategi harus tetap dalam jalur Islam.
Rasulullah saw bersabda: “Iman itu memiliki 60 sampai 70 cabang, yang paling utama ialah pernyataan ‘Laa ilaaha illallah’. Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang dari iman,” (Muttafaq ‘alaih).
Jadi sangat jelas bahwa ekspresi jalanan yang berujung pada adegan-adegan brutal, pengrusakan fasilitas umum dan penutupan jalan sangat bertentangan dengan Islam, maka siapapun baik individu maupun kelompok dalam bergerak harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.

Maka saatnyalah Mahasiswa tampil secara elegan dalam bergerak, mempersiapkan segala perangkat-perangkat perubahan serta mengajak seluruh variable-variable perubahan untuk bergerak bersama-sama melakukan perubahan. Perlu diingat bahwa bukan hanya sekedar terjadinya perubahan dengan pergantian rezim, namun memerlukan kalkulasi secara mendalam sehingga perubahan itu sendiri bisa memberikan jawaban terhadap problematika kehidupan yang ada. Secara historis orde lama telah gagal demikian juga orde baru dan orde reformasi sebagaimana yang telah berlangsung saat ini justru semakin mengantarkan perjalanan bangsa menuju collaps, maka satu-satunya harapan perubahan adalah orde Revolusioner (ganti rezim dan sistem) yaitu dengan syariah Islam dalam naungan Institusi Negara Khilafah. Wallahu A’lam Bish-shawab

(Oleh : Alex Saifullah, KORWIL BKLDK Sulawesi Selatan Dan Barat )


Revitalisasi Nilai Pancasila dalam mengawal gerakan mahasiswa (Refleksi Rentetan Aksi Anarkis dalam peringatan Hari Anti Korupsi dibeberapa daerah di Indonesia)
Gerakan Mahasiswa selalu menjadi topic menarik dikalangan mahasiswa maupun mereka yang pernah melalui masa-masa menjadi Aktivis mahasiswa. Terlebih romantisme sejarah pergerakan mahasiswa di negri kita Indonesia, selanjutnya menginspirasi pergerakan mahasiswa di era kini. Dari lahirnya Gerakan Intelktual Muda Boedi Oetomo (20 Mei 1908) merupakan organisasi pelajar-pemuda-mahasiswa tertua di Indonesia yang memiliki system organisasi modern pada masanya. Periode berikutnya (1922) Mohammad Hatta sebagai salah satu orang Indonesia yang menempuh study di Nederland Handelshogeshool Rotterdam-Belanda mendirikan Indische Vereeninging/Indonesische Vereeninging yang berorintasi politik jelas dan pada 1925 untuk memperjelas identitas nasionalisme, organisasi ini berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia.
Di ere perjuangan kemerdekaan sampai era mempertahankan kemerdekaan, gerakan intelektual muda yang menjadi kekuatan inti dalam sejarah nasional. Tidak ketiggalan diera orde lama , sumbangsi gerakan mahasiswa dalam pembentukan orde baru yang menjadi akibat dari runtuhnya orde lama yang dinilai blunder dalam ‘mengawinkan’ idiologi Nasionalis religius , sosialisme, dan komunis. Demkian juga lahirnya orde Reformasi setelah runtuhnya orde lama., Gerakan mahasiswa masih menjadi pusat kekuatan pembaharuan pembangkit kekuatan bangsa yang terpuruk.
Mahasiswa selalu menempati posisi Istimewa dalam setiap zaman pergerakan nasional, pelaku sejarah perubahan. Hanya saja apakah budaya kekerasan menjadi hal yang lumrah menyertai tindakan-tindakan mahasiswa melakukan perbaikan-perbaikan serpihan keadilan yang diabaikan.
Dalam dasar Negara kita, memberi penekanan akan pentingnya rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, tentang kebijaksanaan, kesantunan dalam bermusyawarah dan keiklasan dalam bermufakat. Hal demikian sepertinya tidak lagi menjadi patokan bangsa ini dalam menenpuh maksud dan tujuan. Menganspirasikan keinginan dan harapan dengan cara frontal tanpa etikal.
Kekerasan yang terjadi dalam aksi-aksi mahasiswa dapat menjadi indikasi dari ketidak patutan generasi bangsa dalam menjunjung nilai-nilai budaya pancasila. Baik dikalangan demonstran (kebanyakan mahasiswa) serta kalangan penegak hukum (kepolisian) mudah terpancing amarahnya dam bertindak kasar pula terhadap para demonstran. Apakah begit mdahnya mahasiswa kehlangan kesabaran, bukankah perjuangan membutuhkan ketabahan. Sehingga idealisme tidak mesti ditumpahkan untuk hal-hal sesaat dan tak berefek perubahan besar. Elemen bangsa ini sebagian besar seakan memiliki trend baru yaitu tidak sabaran. ‘ringan tangan’ untuk berbuat anarkis, ringan lidah untuk meyuarakan bahasa-bahasa kedengkian, bahasa tirani dan membelenggu. Muali dari kalangan eksekutif yang alergi kritikan, legislative yang suka tauran layaknya pelajar, kuping polisi yang tiba-tiba suhunya naik sampai 100°c jika mendengar provokasi dari mahasiswa. Atas semua kondisi ini tidak lebay jika kita mengatakan bahwa masyarakat kita seperti layaknya (maaf ) wanita yang sedang menstruasi. Sensitive dan mudah marah, kesal dan penyakit sensi lainya.
Menurut penulis, yang menjadi kelemahan kita juga adalah kurang cakapnya kita berkomunikasi dalam menyampaikan aspirasi., ketidak siapan bermusyawarah serta kerendahan hati dalam bermufakat. Bukankah lebih etis Aspirasi disampaikan secara bermartabat. penulis juga mengangap bahwa pemicu aksi anarkis selanjutnya adalah kesediaan pemimpin bangsa dalam membuka ruang demokrasi, ruang berdialog dan bernegosiasi. Bisa saja ruang itu telah terbuka hanya saja dibarengi dengan ketidak seriusan untuk menepati janji dan bahkan bertopeng kemunafikan retorika yang santun serta mimik wajah yang ramah. Bisa jadi, hal-hal seperti ditutrkan sebelumnyalah yang menjadi pemicu aksi-aksi anarkis para mahasiswa belakangan ini dalam memperingati hari anti korupsi.
Kita membutuhkan manusia seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King, ataupun Nelson Mandela, yang percaya pada kelembutan kasih dan keteguhan hati dalam memperjuangkan aspirasi. Tidakah lebih mulia dan terhormat menjadi mahasiswa pencinta damai menebarkan kesabaran , kelemah lembutan dan kasih saying. Menjadi pendamai yang meredam terjadinya crime against humanity dan membawa peace on earth yang selalu didambakan oleh anak-anak bani Adam.
Dalam peringatam hari anti korupsi, Bukiankah niatan sesungguhnya mengorganisir gerakan moral untuk membuat koroptor kapok melakkan korupsi dengan menghukum seberat-beratnya para koruptor dan mengisolasi mereka secara moral. Hanya saja aksi tersebut berujung pada perseteruan bukan persatuan antar mahasiswa dan kepolisian dalam memerangi korupsi. Pada akhirnya para koruptor bersama antek-anteknya (iblis) tertawa lebar menyaksikan perseturuan rifal sejatinya.
Pemimpin kita harus lebih menyadari akan rapuhnya nilai-nilai keadaban. Bangsa kita merindukan kedamaian, kesantunan lebih dari sebelumna Pancasila menanti hari ntuk direvitalisasi. Zaman baru dimana peri kemanusiaan, dan peri keadilan yang terbungkus dalam pancasila yang setiap saat menafasi gerak seluruh elemen bangsa kita.
Akhir kata, Dengan mengutip kata Bang Anis Baswedan bahwa ‘Kita harus optimis namun tetap kritis untuk membangun bangsa’. YAKUSA

PERGERAKAN MAHASISWA SAAT INI
Pergerakan mahasiswa secara hakiki adalah gerakan intelektual—jauh dari kekerasan dan daya juang radikalisme. Mengingat, gerakan ini bermuara dari kalangan akademis kampus—cenderung mengedapankan rasionalitas dalam menyikapi perbagai permasalahan.
Gerakan mahasiswa harus memperbanyak ruang diskusi—pra-pasca pergerakan. Diskusi akan membawa gerakan mahasiswa menjadi sebuah gerakan rasional dan terpercaya—ciri khas gerakan mahasiswa. Lantaran itu, elemen masyarakat secara umum akan lebih menghargai isu-isu diusung oleh gerakan mahasiswa.

Seperti dalam menurunkan demonstrasi, elemen gerakan mahaiswa harus mengkaji lebih detil—apa, mengapa, akibat dan latar belakang—kebijakan pemerintah harus ditentang. Dari kajian-kajian dalam bentuk diskusi lepas dengan mengundang para pakar dibidang-bidang berkaitan dengan agenda aksi, akan mampu melahirkan gagasan-gagasan dan analisa cemerlang.

Hari ini, Aktualisasi dan keakuratan data sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam mengkritisi dan bertindak. Sebagaimana kita ketahui zaman semakin maju sehingga dalam mengungkap sesuatu atau menghujam kritik harus berdasar, jelas, akurat dan terpercaya, tanpa itu sulit bagi gerakan mahasiswa dalam menyakinkan rakyat dalam menyalurkan aspirasi.
PERGERAKAN MAHASISWA
Apa itu pergerakan mahasiwa? Pergerakan yang dilakukan mahasiswa untuk menuntut suatu hal. Karena dalam hal itu, pendapat pemerintah dengan pendapat mahasiswa sangat bertolak belakang. Tetapi apa arti dari pergerakan mahasiswa itu sendiri? Coba tanya hati nurani, turun ke jalan menyampaikan aspirasi, benar atau salah? Kemudian turun ke jalan sambil membakar ban dan melempar bom Molotov, benar atau salah?
Ada yang bilang kalau benar atau salah itu kan berdasarkan presfektif dan tergantung masalah dan pelakunya. Tapi ini dia yang sebenarnya menjadi kendala, kadang kita berpikir kita selalu benar dalam segala hal dan sikap kita, tapi dibalik itu semua pasti aka nada pro kontranya. Karena tidak semua yang benar menurut kita, benar pula menurut orang lain. Kita sebagai mahasiswa harus mawas diri, harus tau mana yang benar dan mana yang salah. Agar tindakan kita tidak merugikan orang banyak.
Kita sebagai mahasiswa seharusnya tidak anarkis dalam melakukan segala hal. Sebelum turun ke jalan, ada baiknya kita membicarakan permasalahan itu dengan orang yang bertanggung jawab atas masalah itu. Kita utarakan apa maunya kita, lalu kita dengarkan pula apa jawaban dari pihak lain. Terlebih lagi jika kita tidak sepakat dengan pemerintah, pemerintah mengeluarkan keputusan pasti mempunyai alasan. Maka ada baiknya kita mempelajari alasan-alasan yang diberikan oleh pemerintah.
Lalu bagaimana jika pemerintah tidak mendengarkan pendapat kita yang tidak setuju dengan keputusannya? Haruskan kita turun ke jalan? Jika seluruh jalan dengan kepala dingin telah kita lakukan, namun tiada hasil, maka disaat inilah pergerakan mahasiswa diperlukan. Pergerakan mahasiswa untuk mempertahankan pendapat yang ada tetaplah pergerakan yang wajar, andai saja mahasiswa melakukannya dengan tidak anarkis. Karena dikhawatirkan rakyat akan semakin dibingungkan dengan sikap mahasiswa yang anarkis. Karena rakyatlah yang mengantarkan kita sampai bisa duduk di Perguruan Tinggi. Maka untuk itulah, kita harus memanfaatkan tenaga kita untuk memperjuangkan hidup rakyat banyak.
Pergerakan mahasiswa sangat terdengar wajar di kalangan universitas. Tapi di balik itu semua pergerakan mahasiswa dapat menimbulkan resiko yang sangat besar. Utnuk itulah, mahasiswa dituntut untuk tidak anarkis, demi kemajuan bangsa.
PERGERAKAN MAHASISWA
Sebagian orang berpandangan bahwa pergerakan mahasiswa hanya terbatas pada aksi demonstrasi dengan turun ke jalan dan menyuarakan aspirasi mahasiswa itu sendiri. Bagi mereka, mahasiswa yang tidak berpatisipasi dalam berbagai kegiatan mahasiswa tidak di golongkan ke dalam agent of change, predikat yang selama ini melekat pada mahasiswa. Mahasiswa yang tidak mengikuti berbagai kegiatan mahasiswa selain datang ke kampus, mengikuti sesi pelajaran di kelas, sedikit sosialisasi dengan teman lalu kembali pulang ke rumah atau kosnya dianggap membuang-buang waktu yang ia miliki selama menjadi mahasiswa.

Pandangan ini bisa jadi didasarkan pada kondisi nyata yang tampak pada beberapa tahun terakhir ini, dimana terdapat begitu banyak unjuk rasa (demonstrasi) mahasiswa dalam menanggapi berbagai masalah yang ada di dalam negara kita. Sesungguhnya, demonstrasi hanyalah salah satu bentuk riil dari pergerakan mahasiswa. Karena, pergerakan mahasiswa adalah segala bentuk aksi yang dilakukan mahasiswa dalam menanggapi penyimpangan dalam kehidupan sosial untuk melahirkan suatu perubahan yang lebih baik.


pergerakan mahasiswa ??
pergerakan mahasiswa ?
apa itu pergerakan mahasiswa ?
saya kan mahasiswa baru, jadi saya belum tau apa yang dimaksud dengan pergerakan mahasiswa. Dan saya juga belum berpengalaman. haha
hmm tapi yaa kalo sekilas sih, saya sering denger tuh pergerakan-pergerakan mahasiswa lewat televisi, surat kabar, radio, majalah, dan gosip-gosip masyarakat.
kalo kata saya sih, pergerakan mahasiswa itu ialah suatu aktifitas yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, kebebasan berpendapat, dan kehidupan berdemokrasi.
mereka melakukan itu biasanya dengan cara menyampaikan langsung kepada pihak-pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Misalnya, mereka berunjuk rasa mendatangi ke kantor presiden, DPR, gubernur, walikota, DPD, dan lain-lain. Atau mereka juga bisa menyampaikan pendapat, kritikan, koreksi, saran, dan pandangannya melalui orasi-orasi dan tulisan-tulisan di media. Mereka juga sering melakukan diskusi dan seminar antar mahasiswa atau antar masyarakat.
hmm kalau saya pandang sih, pergerakan mahasiswa tuh memang positif. TAPI kita harus tau dulu, dengan cara apakah mereka melampiaskan pendapatnya. apakah dengan cara biasa atau dengan cara anarkis ? kalo mereka melakukan itu dengan cara anarkis, berarti mereka itu tidak ada kerjaan. mereka itu cuma menghambur-hamburkan tenaga dan waktu saja. apalagi kalau sama sekali tidak ditanggapi oleh pihak yang sudah didemo, wahhh bete banget tuh !
jadi, dari sini kita harus melihat, apakah pergerakan mahasiswa itu bermanfaat atau tidak ? Indonesia memang negara demokrasi. setiap warga negaranya bebas mengeluarkan pendapat. tapi mereka menyalurkan pendapatnya itu dengan cara apa ? kalau dengan cara anarkis yang saya sudah sebutkan di atas, berarti itu tidak ada gunanya.
oke, cukup sekian yaa !


hidup MAHASISWA !
hidup MAHASISWA !
hidup RAKYAT INDONESIA !


Pergerakan Mahasiswa Ituuu.....
Menurut saya, pergerakan mahasiswa adalah suatu upaya yang dilakukan oleh mahasiswa untuk memberikan sebuah rekomendasi atau peringatan terhadap elit yang berkuasa karena terjadi sesuatu yang tidak beres entah itu sebuah sistem, undang-undang, kebijakan, maupun perilaku para elit yang tidak memihak kepada rakyat. pergerakan mahasiswa juga merupakan tempat untuk menyalurkan aspirasi dan idealisme mahasiswa.
Mahasiswa itu memiliki posisi khusus di mata masyarakat. Karena mahasiswa adalah insan intelektual, di mana mereka telah menjalani tingkat pendidikan yang (secara relatif) lebih lama dibanding komunitas lainnya. Namun di sisi lain, Mahasiswa juga punya tanggung jawab moral terhadap rakyat. Karena Mahasiswa lahir dan berasal dari rakyat. Apalagi, pendidikan di Indonesia masih disubsidi dari pajak yang notabene berasal dari dana masyarakat.
Setiap gerakan mahasiswa memiliki visi yang berbeda-beda dan terlalu eksklusif dengan kelompoknya sendiri sehingga saya seringkali melihat satu sama lain malah sibuk berkelahi sendiri. Mereka cenderung membela kepentingan berdasarkan kebenaran menurut kelompoknya sendiri.
Beberapa fakta yang pernah beredar di kalangan dosen menyebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang menjadi aktivis demo dalam suatu gerakan mahasiswa tidak memiliki prestasi akademik di kampusnya. Muncul sebuah persepsi bahwa gerakan mahasiswa hanyalah sebuah tempat pelarian masalah orang-orang yang tak berakal. Ini dikuatkan dengan budaya mengutamakan kekerasan dalam tiap aksi. Lebih memilih menggunakan otak di kaki dari pada di kepala.

Pergerakan Mahasiswa
Sejak adanya demokrasi, hampir seluruh mahasiswa ingin menyuarakan pendapat mereka masing-masing, dengan tujuan membantu rakyat kecil. Itu merupakan niat yang mulia dan menjadi salah satu tugas mahasiswa sebagai agent of change. Dari tahun ke tahun pasti ada saja yang berdemonstrasi di depan gedung DPR. Tetapi, menurut saya terkadang pergerakan itu sendiri tidak sehat.

Gerakan mahasiswa identik dengan kekerasan. Apabila ada yang berbeda pendapat atau menentang suatu pergerakan tersebut biasanya mereka melakukan intimidasi perkelompok. Padahal setiap orang punya hak untuk mengungkapkan pendapat mereka. Mungkin dengan menyuarakan pendapat mereka masing-masing dan yang lain dapat menghormati pendapat tersebut, tidak akan terjadi kekerasan yang tidak seharusnya.

Kebanyakan para demonstran berakhir dengan kerusuhan dan suka menghancurkan hasil-hasil pembangunan seperti pagar, jendela, bahkan sampai menghancurkan dinding. Akibatnya, negara kita Indonesia tidak pernah maju dalam pembangunan.

Tetapi di sisi lain, jika para mahasiswa tidak melakukan demonstrasi, para petinggi negara yang melakukan korupsi akan tertawa senang. Karena sebagian dari mereka memakai uang negara yang semestinya untuk rakyat kecil. Dapat di katakan para mahasiswa yang melakukan pergerakan sebagai kontrol negara.

Boleh saja melakukan aksi demonstrasi atau gerakan lain, asal tidak melanggar aturan yang berlaku dalam sistem demokrasi itu sendiri. Tidak bertindak sebelum benar-benar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan bersifat positif. Tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan tindakan anarki, lebih baik lagi menghadapinya dengan sikap dewasa dan berlandaskan cinta bangsa.

pergerakan mahasiswa
Gerakan pemuda di Indonesia ini dimulai dengan Sumpah Pemuda. istilah pemuda tersebut dimaksud kan dengan sebutan mahasiswa, sosok yang memiliki intelektual. Hal ini untuk mengadakan perubahan bangsa tidak cukup dengan semangat muda dituntut juga intelektual yang menjadikan nilai lebih mahasiswa adalah gerakan mereka relatif bebas .

pergerakan di tanah air banyak didominasi oleh para mahasiswa dan pemuda yang memiliki watak kaum muda yaitu menginginkan perubahan. Mulai dari revolusi kemerdekaan, orde lama dan orde baru serta orde reformasi harus melibatkan mahasiswa-pemuda yang senantiasa tampil di barisan depan. Sejarah pergerakan nasional itupun dimulai seiring dengan lahir dan tumbuh nya organisasi mahasiswa-pemuda yang memiliki kesadaran nasionalisme dalam orientasi pergerakannya.

makna pergerakan sendiri meliputi semua aspek yang mengandung nilai emansipasi, pembebasan. gerakan mahasiswa tidak mesti dengan aksi turun jalan. Jika aksi turun jalan sudah. bagaimanapun, sebuah gerakan mahasiswa tidak mempunyai makna apa-apa tanpa ada dukungan dari masyarakat banyak yang meliputi pemerintah, rakyat dan lain sebagainya.

perjuangan mahasiswa 98 adalah penyalur aspirasi masyarakat yang tertindas pada masa tertentu. Kekuatan yang terbangun lebih disebabkan karena mahasiswa selalu bergerak secara aktif. Seperti dengan turun ke jalan demi berteriak menuntut keadilan dan pembelaan.

pergerakan mahasiswa mulai berkembang sesuai zaman nya. dulu mahasiswa cenderung anarkis saat menyampaikan aspirasi mereka .itu di karenakan situasi pemerintahan yang cenderung otoriter .sejak reformasi keadaan mulai berubah mahasiswa menjadi lebih tenang menyampaikan aspirasi nya walaupun masih ada beberapa oknum yang masih melakukan tindak anarkis


PENDIDIKAN ADALAH PILAR DASAR UNTUK KEMAJUAN BANGSA INDONESIA DIMASA DEPAN
Realita dunia pendidikan di negara kita mengalami kemajuan yang sangat signifikan dengan terbukti dengan adanya berbagai media pembelajaran yang menggunakan peralatan canggih di dalam pelaksanaanya .Namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan semakin majunya pendidikan sekarang ini akan mencetak sosok-sosok orang yang memiliki kontribusi besar dalam membangun negeri ini? Apakah akan tercipta Soekarno baru yang bisa merubah nasib bangsa ini? Hal ini menjadi sebuah angan-angan dan harapan demi terwujudnya semua ini.
Melihat fakta yang ada pendidikan sekarang ini seperti barang mewah (tersier), pendidikan mahal yang hanya terjangkau oleh orang-orang yang punya banyak rupiah. Mulai dari biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran masuk hingga kepada buku-buku yang tidak terjangkau oleh kita. Belum lagi persoalan fasilitas sekolah yang jauh dari kategori layak, sungguh jauh dari sebuah harapan. Padahal substansi pendidikan mempunyai 3 tugas pokok, yakni mempreservasi, mentransfer dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Pendidikan juga sangat vital peranannya dalam mentransfer nilai-nilai dan jatidiri bangsa (van Glinken, 2004). Maka jika pendidikan tidak bisa dinikmati oleh segenap elemen masyarakat luas dapat diprediksikan semangat nasionalisme dan kebersamaan yang menjadi nilai-nilain luhur akan semakin lenyap.
Kemudian kondisi pendidikan dinegara kita ini diperparah lagi dengan adanya liberalisasi pendidikan, dimana memposisikan pendidikan sebagai bidang usaha jasa yang terbuka bagi penanaman modal asing, Kebijakan pemerintah untuk menetapkan pendidikan sebagai bidang usaha jasa yang terbuka bagi pelaku modal asing atau dikenal dengan liberalisasi pendidikan ini dipastikan bisa melumpuhkan peran pemerintah dalam mengatur pendidikan di Indonesia. Dengan perkembangan itu dapat dikatakan bahwa secara kuantitatif.
liberalisasi pendidikan berpengaruh cukup besar yang dapat memperlemah citra diri (self-image) negara serta menghilangkan nilai kemandirian bangsa Indonesia dalam mengurusi pendidikan ini. Nampaknya dunia pendidikan menjadi suram bagi kalangan rakyat kecil, pendidikan yang tak terjangkau bukan sebuah harapan dan angan-angan rakyat. Maka yang harus dilakukan oleh segenap pihak khususnya pemerintah harus melakukan peninjauan kembali mengenai konsep pendidikan di era perdagangan bebas ini, yang kemudian konstitusipun belum mendukung secara penuh pendidikan yang pro rakyat kecil.
Dari beberapa hal diatas ada yang mungkin bisa dijadikan sebagai bahan refleksi bagi kita dalam melihat perkembangan nasib pendidikan di Indonesia. Setidak-tidaknya ada sesuatu yang bisa kita pahami dalam menyikapi nasib pendidikan di Indonesia. Dan bisa menjadi landasan dalam menyikapi pendidikan secara bijak,agar seluruh kalangan bisa menyadari akan arti vital dari pendidikan. Jadi pendidikan adalah pilar dasar untuk kemajuan Indonesia pada masa yang akan datang.
Maka jangan sampai degradasi jangan sampai terjadi dalam dunia pendidikan, karena nasib pendidikan masa kini adalah harapan masa depan bukan hanya sekedar angan-angan..

PERAN GENERASI MUDA DAN MAHASISWA DALAM PENEGAKAN KEPEMIMPINAN IDEAL

PERAN GENERASI MUDA DAN MAHASISWA DALAM PENEGAKAN KEPEMIMPINAN IDEAL

BAB I
PENDAHULUAN

Latarbelakang Masalah
Didalam suatu Negara tentunya terdapat seorang pemimpin yang memimpin bangsanya kearah perkembangan bangsa yang makmur, sejahtera, aman, dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Demi penegakan suatu kepemimpinan yang adil dan ideal terutamanya tidak cukup dengan seorang pemimpin semata
tentunya ada lembaga-lembaga tertentu yang ikut berperan serta dan didalam suatu Negara tentunya juga dibutuhkan suatu peran terpenting dari generasi muda dan mahasiswa dalam penegakan suatu kepemimpinan yang ideal di dalam tubuh bangsa tersebut.
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Peran Generasi Muda dan Mahasiswa dalam Penegakan Kepemimpinan yang Ideal”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
Pengertian Generasi Muda dan Mahasiswa
Pengertian dan konsep Kepemimpinan
Pengertian Kepempinan yang Ideal
Ciri kepemimpinan yang Ideal
Peran Generasi Muda dan Mahasiswa dalam Penegakan Kepemimpinan Yang Ideal
Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan akalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Study Kepemimpinan Islam. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
Untuk mengetahui pengertian Generasi Muda dan Mahasiswa
Untuk mengetahui pengertian dan konsep kepemimpinan
Untuk mengetahui pengertian Kepempinan yang Ideal
Untuk mengetahui ciri kepemimpinan yang ideal
Untuk mengetahui Peran Generasi Muda dan Mahasiswa dalam Penegakan Kepemimpinan Yang Ideal
Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.


Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
Bagaian kesatu adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memeparkan beberapa Pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk mendeskripsikan berbagai temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.
Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.



BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Generasi Muda dan Mahasiswa
Pengertian Generasi Muda
Generasi Muda adalah kata yang mempunyai banyak pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi muda mengarah pada satu maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih memunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner.
Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya. Terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mentri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti akan ada pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangat.
Pelopor yang melakukan langkah-langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik dan kepekaan terhadap realita social yang ada di masyarakat, memang menjadi ciri utama yang melekat pada pemuda.
Di setiap bangsa, peran pemuda ternyata tidak sedikit. Pemuda menorehkan sejarah penting bagi negeri tersebut. Sebagai contoh gerakan-gerakan mahasiswa di Indonesia yang pernah terjadi sejak pra kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan reformasi. Yang mampu menumbangkan rezim besar seperti Soekarno dan Soeharto, semua itu diawali dari ide-ide segar dan semangat juang dari kaum muda yaitu mahasiswa. Selain itu revolusi kuba yang dipelopori oleh Che Guevara juga dari seorang pemuda.
Melihat contoh di atas dapat dilihat betapa besarnya pengaruh generasi muda itu bagi perubahan suatu bengsa. Bahkan nasib bangsa ini diletakkan di bahu generasi mudanya. Seperti yang dikatakan seorang anak muda bernama Soe Hok Gie bahwa sudah saatnya generasi muda bergerak dan melakukan perlawanan terhadap kaum-kaum tua yang memimpin negeri ini yang tidak berpihak kepada rakyat.
Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).
Mahasiswa adalah sekumpulan manusia intelektual yang akan bermetamorfosa menjadi penerus tombak estafet pembangunan di setiap Negara, dengan itelegensinya diharapkan bisa mendobrak pilar-pilar kehampaan suatu negara dalam mencari kesempurnaan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta secara moril akan dituntut tanggung jawab akdemisnya dalam menghasilkan “buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan. (www.google.com)

Pengertian dan konsep Kepemimpinan
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberarah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya.
1.1 Definisi-definisi Kepemimpinan menurut para ahli:
• D.E.Mc. Farland (1978) : Mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatau proses dimana pimpinan dilukiskan akan membei perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih tujuan yang telah ditetapkan.
• J.M. Pfiffner (1980) : Megemukakan bahwa kepemimpinan adalah senimengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
• Oteng Sutisna (1983) : mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama kea rah tercapainya Ttujuan.

1.2 Definisi-definisi yang dapat ditarik mengenai kepemimpinan:
• Kepeminpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu ata kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
• Aktivitas pemimpin antara lain terjelma dalam bentuk memberi perintah, membimbing dan mempengaruhi kelompok kerja atau orang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
• Aktivitas pemimpin dapat di lukiskan secara seni (art) dan bukan ilu (science) untuk mengkoordinasi dan memberikan arahan kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
• Memimpin adalah mengambil inisiatif dalam rangka situasi sosial (bukan perorangan) untuk membuat prakarsa baru menentukan prosedur, merancang perbuatan dan segenap kreaktifitas lain, dan karena itu pula tujuan organisasi akan tercapai.
• Pemimpin selalu berada dalam situasi sosial, sebab kepemimpinannyapada hakikatnya adalah hubungan antara individu dengan individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain.
• Pimpinan tidak memisahkan diri dari kelompoknya. Pimpinan bekerja dengan orang lain, bekerja melalui orang lain atau keduanya.
Teori Munculnya Kepemimpinan Kepemimpinan sebagai ilmu (Leadership as a science) Telah mengundang kepedulian para ahli ilmu-ilmu perilaku, terutama ahli managemen. Namun masih banyak perbedaan pendapat antara mereka tentang teori munculnya kepemimpinan. Teori Kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam tiga teori :
Teori Bawaan atau Heredity Theory
Teori ini merupakan teori keturunan atau bawaan. Sifat-sifat kepemimpinan seseorang adalah factor bawaan sejak lahir, dimana menjadi pemimpin tidaknya seseorang karena takdir semata. Pendiri pokok teori adalah orang-orang yang telah membawa bakat kepemimpinannyalah yang mampu menjadi pemimpin dikemudian hari. Modal dasar, seperti bkat, intuisi atau kecakapan praktis tanpa dibarengi oleh teori-teori atau prinsip-prinsip, dianggap cukup untuk seseorang menjadi pimpinan.
Teori Psikologi atau Psychological Theory
Teori ini merupakan Teori kejiwaan. Teori ini berasumsi bahwa sifat kepemimpinan seseorang dapat dibentuk sesuai dengan jiwanya. Konsep dasar teori ini adalah bahwa kapasitas seseorang dapat dibentuk, dimanipulasi, didongkrak kematangannya, dan kerenanya bakat yang dibawa sejak lahir ke muka bumi bisa di abaikan.
Manusia belajar dari kehidupannya sehingga tinggat pemikiranya pun menjadi matang. Lingkungan merupakan bagian penting dari kehidupan seorang manusia yang sukses, antara lain ditandai oleh kemampuanya menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Manusia dilihat dari berbagai dimensi yaitu sebagai :
a. Makhluk Biologis
b. Makhluk Sosial
c. Makhluk Intelektual
d. Makhluk Pengabdi Tuhan
e. Makhluk rohani
Teori Situasi atau Situational Theory
Teori ini merupakan teori situasi, yang akhirnya melahirkan konsep kepemimpinan situasional. Teori ini berpendapat bahwa, kepemimpinan seseorang muncul sejalan dengan situasi atau lingkungan yang mengelilinginya. Teori ini adalah sintesis dari teori keturuna yang mengatakan bahwa bakat adalah faktor dominan dan teori kejiwaan yang berasumsi bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin jike dibekali pengetahuan dan sejumlah pengalaman yang memadai.

Efektivitas kepemimpinan menurut teori sitiasi di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu: Faktor manusia yang di pimpin, fasilitas yang digunakan, jenis kegiatan organisasi, misi organisasi, dan situasi yang mengitarinya.
Realitas dari dulu hingga sekarang membuktikan bahwa diluar dari tiga teori diatas seseorang dapat muncul sebagai pemimpin didasari atas perlakuan khusus, perlakuan khusus yang dimaksud yaitu:
• Seseorang dapat muncul sebagai pimpinan atas dasar keturunan.
• Seseorang dapat muncul sebagai pimpinan atas dasar pemilihan.
• Seseorang dapat muncul sebagai pimpinan atas dasar penunjukan.
• Seseorang dapat muncul sebagai pimpinan Karena adanya kudeta atau aksi-aksi revolusioner, seperti perebutan kekuasan.
• Seseorang dapat muncul sebagai pimpinan karena regulasi.
Pengertian Kepempinan yang Ideal
Pemimpin ideal menurut Alquran
Muqaddimah.
Dalam menyebutkan pemimpin, alquran menggunakan kata kata yang tidak sama. Khalifah, Imam, Malik, Ulil Amri, adalah beberapa istilah yang dipakai oleh Alquran dalam menyebutkan pemimpin. Tulisan ini akan mencoba mengeksplor istilah istilah tersebut di atas, dengan harapan kita dapat menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Allah SWT lewat firman Nya tersebut.
Khalifah.
Kata Khalifah dalam bentuk Mufrod (tunggal), menurut Quraish Shihab dalam Membumikan Alquran, disebut oleh alquran sebanyak dua kali, yaitu dalam surat albaqoroh ayat 30, dan surat shad ayat 26. Sedangkan dalam bentuk jamak (plural), alquran menggunakan dua bentuk. Pertama kata khalaif, yang terulang sebanyak empat kali. Dan kata Khulafa’ yang ditulis sebanyak tiga kali. Semua kata kata tersebut berakar dari kata Khulafa’ yang pada awalnya berarti “ Di belakang “. Dari pengertian ini, kata Khalifah seringkali diartikan sebagai “ Pengganti “, karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya, demikian tulis Quraish Shihab. Untuk mengetahui lebih jelas makna Khalifah, surat albaqoroh dapat kita kemukakan sebagai data.

وإذ قال ربّك للملائكة إنّي جاعل في الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبّح بحمدك ونقدّس لك قال إنّي أعلم ما لا تعلمون { البقرة (۲):۳۰}
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi. Mereka berkata : “ Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ? “. Tuhan berfirman : Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui “.(QS Albaqoroh (2) : 30 )
Disamping surat albaqoroh, surat Shaad pun dapat kita sampaikan di sini sebagai data pula.
يا داوود إنّا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحقّ ولا تتبع الهوى فيضلّك عن سبيل الله { صـ (۳۸) : ۲٦}
Hai Dawud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu Khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS. Shaad (38) : 26)
Seseorang yang akan menjadi Khalifah berdasarkan surat Albaqoroh (2) dan surat Shad (38) adalah mereka yang tidak membuat kerusakan di bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak mengikuti hawa nafsu.
Tidak membuat kerusakan di bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, tidak mengikuti hawa nafsu adalah bagian dari sikap mental seseorang. Artinya, berdasarkan ayat ayat di atas, seorang pemimpin ideal sebaiknya adalah mereka yang memiliki sikap mental yang tersebut di atas.
Bagaimanakah dengan kecerdasan intelektual, apakah ikut berperan dalam menentukan idealitas seorang pemimpin ?
Masih dalam surat yang sama, surat Albaqoroh dan surat Shaad, Allah menginformasikan pada kita bahwa :
وعلّم آدم الأسماء كلّها ... { البقرة (۲) : ۳۱}
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama nama (benda benda) seluruhnya
. {QS. AlBaqoroh (2) 31}
وشددنا ملكه وأتيناه الحكمة وفصل الخطاب { صـ (۳۸) : ۲۰}
Dan kami kuatkan kerajaannya dan kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. {QS. Shad (38) : 20}
Catatan kaki Alquran dan terjemahnya terbitan Mujamma’ Al Malik Fahd, Saudi Arabia menyebutkan bahwa Yang dimaksud hikmah di dalam surat Shaad di atas adalah kenabian, kesempurnaan ilmu, dan ketelitian amal perbuatan.
Dua ayat di atas yang masih berbicara tentang kepribadian nabi Adam dan Nabi Dawud sebagai Khalifah jelas sekali menegaskan akan kemampuan intelektualnnya. Dengan kata lain, pemimpin ideal menurut ayat ayat ini, disamping memiliki kemampuan emosional dan sikap mental yang baik, juga harus memiliki kecerdasan intelektual yang mumpuni.

Imam. Kata Imam, menurut Al Tabrasi dalam kitab tafsirnya, seperti dikutip Quraish Shihab, mempunyai makna yang sama dengan Khalifah. Hanya saja, kata ini di pakai untuk makna keteladanan, karena ia berasal dari sebuah kata yang mengandung arti depan, yang berbeda dengan dengan kata Khalifah yang pada awalnya berarti belakang.
Kata Imam disebutkan oleh Alquran sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda beda. Akan tetapi, kesemuanya itu bermuara pada satu makna sesuatu yang di tuju atau di teladani. Yang lebih mendekati pengertian yang sesuai dengan arti pemimpin adalah surat Albaqoroh (2) ayat 124, dan surat Al Furqon (25) ayat 74.
وإذابتلى إبراهيم ربّه بكامات فأتمّهنّ قال إنّي جاعلك للناس إماما قال ومن ذرّيتي قال لا ينال عهدي الظالمين { البقرة (۲) : ۱۲٤}
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia “. Ibrahim berkata : “ (Dan saya mohon juga) dari keturunanku “. Allah berfirman : “ Janjiku (ini) tidak mengenai orang orang yang dzalim “. {QS. Albaqoroh (2) : 124}
والذين يقولون ربّنا هب لنا من أزواجنا وذرّيّاتنا قرّة أعين واجعلنا للمتّقين إماما { الفرقان (۲۵) : ۷٤}
Dan orang orang yang berkata : “ Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami Imam bagi orang orang yang bertaqwa. {QS. Al Furqon (25) : 74}
Dari gambaran dua ayat di atas, kita dapat satu pemahaman bahwa seorang Imam (pemimpin) terbiasa untuk meneruskan dan mewariskan kepemimpinannya kepada anak cucu. Istilah politik mengungkapkannya dengan sebutan Monarki.
Pada surat Albaqoroh ayat 124, nabi Ibrahim sebagai seorang Imam (pemimpin), ingin sekali meneruskan dan mewariskan kepemimpinannya kepada anak cucu. Hal itu dibuktikan dengan permohonannya kepada Alllah SWT dengan kalimat “ (Dan saya mohon juga) dari keturunanku “. Surat Alfurqon ayat 74 pun kelihatannya tidak jauh berbeda. Ayat itu berisi permohonan seseorang untuk melanggengkan kepemimpinannya kepada anak cucu dan golongannya sendiri. Hanya saja system monarki atau sumber dan pusat kepemimpinan yang selalu berkisar pada golongan golongan tertentu dan itu itu saja, nampaknya diberi syarat oleh Allah dengan “ Janjiku (ini) tidak mengenai orang orang yang dzalim “. Ungkapan ini menunjukkan bahwa sifat dzalim atau tidak dapat berbuat adil merupakan watak yang tidak dimaui oleh Tuhan dalam melestarikan, melanggengkan dan atau merebut kepemimpinan.
Sebenarnya masih ada lagi istilah istilah alquran yang dapat kita masukkan ke dalam pengertian pemimpin, seperti Malik dan Ulul Amri. Untuk mengeksplor dua kata diatas, dibutuhkan penelitan yang lebih mendetail.
Natijah.
Dengan tidak mengurangi pemikiran yang berkembang di masyarakat dan teori teori kepemimpinan yang ada, ayat ayat alquran yang kami sampaikan dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, Pemimpin ideal menurut alquran adalah mereka yang memilki sikap emosional yang terkendali, sikap mental yang mapan, dan kecerdasan intelelektual yang mumpuni. Tidak berbuat kerusakan di bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak menuruti hawa nafsu adalah ungkapan ungkapan alquran dalam menjabarkan hal tersebut.
Kedua, pemimpin ideal adalah seseorang yang terpilih tidak sekedar karena gen (keturunan), tetapi lebih banyak karena kemampuan diri sendiri, dan Kepemimpinan tidak dapat diturunkan kepada anak cucu.
Ciri Kepemimpinan Yang Ideal
Hanya sang Pemimpin yang baik yang dapat membawa masa depan yang lebih baik pula, pasalnya dari pemimpin inilah kita sebagai rakyat menggantungkan harapan masa depan yang lebih baik menuju kesejahteraan materil dan spriritual.
Ada beberapa ciri pemimpin yang ideal menurut penulis perlu diketengahkan guna menilai dan mencari kualitas pemimpin dalam pemilu 2009 yaitu Pemimpin yang bercirikan; Pertama Benar dan membawa kebenaran, ciri pemimpin ini dapat dilihat dari kehidupannya sehari-hari, dengan perkataan yang benar bukan sekedar janji politik yang menina-bobokan masyarakat yang tak pernah direalisasikan, Kedua Amanah, sebagai pemegang amanah yang diberikan masyarakat dalam pemilu, pemimpin hendaknya menjaga dan menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai tata peraturan yang berlaku (the rule of the games). Ketiga mengayomi, selalu menyampaikan programnya guna mendapatkan peranserta masyarakat dan mengayomi masyarakatnya, sehingga terjalin hubungan yang baik dengan masyarakat yang dipimpinnya, keakraban ini diperlukan guna menyukseskan pelaksanaan tugasnya, Keempat Keteladanan, keteladanan pemimpin terlihat dari kehidupan sehari-hari, dia selalu memberikan teladan bagi anggota keluarganya dan bagi lingkungannya, perhatian baik dan jiwa sosialnya tidak muncul mendadak hanya saat menjelang pemilu melainkan selalu menghiasi setiap gerak-gerik hidupnya. mengingat dia berbuat baik didasari dengan sikap tulus dan ikhlas bukan mengharap balas jasa. Kelima Jujur, besarnya kekuasaan dan wewenang pada Pemimpin menyebabkan rawan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, sehingga pemimpin perlu memiliki kejujuran agar dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kepentingan rakyat, keenam Berwibawa, sikap wibawa hanya akan lahir, bila seseorang memiliki jiwa kepemimpinan (Leadership), sebab seseorang mendapat jabatan yang tinggi belum tentu memiliki leadership. Ketujuh Tegas, sikap tegas perlu dimiliki oleh pemimpin terutama dalam bersikap dan dalam mengambil keputusan, dia harus cepat melihat kebawah, cepat mengambil keputusan dan cepat bertindak dengan tepat, kedelapan adil dan bijaksana, pemimpin yang adil dan bijaksana hanya akan memihak kepada kebenaran dan dia selalu bersikap proporsional, tidak membedakan orang berdasarkan keturunan, suku dan golongannya.




Peran Generasi Muda dan Mahasiswa dalam Penegakan Kepemimpinan Yang Ideal
Masa depan bangsa dan negara menjadi tanggung jawab generasi muda, remaja dan pemuda (termasuk juga pemudi). Jika mereka berkembang dengan peningkatan kualitas yang semakin membaik besar harapan kebaikan dan kebahagiaan kehidupan bangsa dapat diharapkan. Namuh jika terjadi sebaliknya, maka keadaan saling menuding dan menyalahkan tidak dapat dihindarkan sedang permasalahannya semakin nyata dan semakin parah (Hasan Basri, 1995: 3).
Hal tersebut diatas tentu saja menunjukkan bahwa peran gerenasi muda dan mahasiswa sangatlah penting dalam penegakan kepemimpinan yang Ideal dalam suatu Negara.
Seperti yang telah diketahui bahwa Kepemimpinan merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberarah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya.
Jika kita lihat pada pada Al-Qur’an bahwa Pertama, Pemimpin ideal menurut alquran adalah mereka yang memilki sikap emosional yang terkendali, sikap mental yang mapan, dan kecerdasan intelelektual yang mumpuni. Tidak berbuat kerusakan di bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak menuruti hawa nafsu adalah ungkapan ungkapan alquran dalam menjabarkan hal tersebut.
Kedua, pemimpin ideal adalah seseorang yang terpilih tidak sekedar karena gen (keturunan), tetapi lebih banyak karena kemampuan diri sendiri, dan Kepemimpinan tidak dapat diturunkan kepada anak cucu.
Tentunya sangat jelaslah bahwa generasi muda sebagai asset masa depan bangsa dan Negara dan mahasiswa sebagai garda depan dari sekumpulan manusia intelektual yang akan bermetamorfosa menjadi penerus tombak estafet pembangunan di setiap Negara, dengan itelegensinya diharapkan bisa mendobrak pilar-pilar kehampaan suatu negara dalam mencari kesempurnaan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga mereka memiliki peran yang cukup penting dalam penegakan kepemimpinan Ideal.


BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil semua pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa “Peran Generasi Muda dan Mahasiswa dalam Penegakan Kepemimpinan yang Ideal” merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dipungkiri atau ditolak keberadaannya. Karena generasi muda dan mahasiswa merupakan salah satu bagian tubuh terpenting dalam penegakan suatu kepemimpinan yang Ideal dalam berbangsa dan bernegara.